Indonesia harus konsisten menolak istilah “relevant waters” karena “istilah itu tidak dikenal dan tidak sesuai dengan UNCLOS 1982.”
Wilayah Natuna sudah diketahui menyimpan cadangan minyak dan gas bumi dalam jumlah besar. Blok East Natuna saja diketahui mempunyai cadangan gas bumi sebesar 222 TCF (trillion cubic feet) dengan cadangan terbukti sebesar 46 TCF. Ini jauh lebih besar dibandingkan cadangan gas bumi di Blok Masela.
Natuna terletak di sisi paling utara Selat Karimata, berbatasan dengan banyak negara seperti Singapura, Malaysia, Vietnam, Kamboja, maupun Cina. Berdasarkan UNCLOS 1982, Laut Natuna Utara termasuk ke dalam Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Tetapi kapal-kapal China tak henti menerobos wilayah ini, dengan klaim China atas sembilan garis putus 'relevan waters'.
Pakar hukum internasional di Universitas Indonesia, Prof. Dr. Hikmahanto Juwana mengatakan Indonesia tidak boleh berunding dengan China karena “masyarakat internasional tidak mengakui keabsahan sembilan garis putus dan hak penangkapan ikan tradisional yang diklaim China.”
Kawasan perairan Natuna Utara terletak sekitar 1.100 kilometer selatan Kepulauan Spratly di Laut Cina Selatan, wilayah yang diklaim oleh China, Vietnam, Taiwan, Filipina, Malaysia dan Brunei Darussalam.
“Jika China tidak mengakui Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di Natuna Utara, maka Indonesia tetap harus konsisten untuk tidak mengakui wilayah tradisional penangkapan ikan nelayan China,” ujar Hikmahanto.
Ditambahkannya, sikap Indonesia ini telah mendapat penegasan dari Permanent Court of Arbitration (PCA) dalam penyelesaian sengketa antara Filipina dan China.
Hikmahanto menegaskan agar “jangan sampai posisi yang sudah menguntungkan Indonesia dalam putusan PCA itu, dirusak dengan suatu kesepakatan antar kedua negara.”
- Wilayah Natuna Memiliki Cadangan Gas Sangat Besar: 222 TCF (Trillion Cubic Feet)
- Malaysia Gugat Cina soal Haknya di Laut Cina Selatan yang Kaya Sumber Alam
- Angkatan Laut Berbagai Negara Sudah Berkumpul di Laut China Selatan
DW, VOA , CNBC, Zamane