Riset Investigatif: Modus Jebakan Data dan Perangkap Utang China
China telah memberi utang lebih dari $1,5 triliun dolar AS kepada lebih 150 negara – menjadikan China sebagai kreditur terbesar dunia, menyalip IMF dan Bank Dunia. China juga banyak memberikan pinjaman terselubung yang menjebak.
Al Jazeera mengutip Profesor Christoph Trebesch dari Kiel Institute, menyebut bagaimana praktik pinjaman terselubung 'beracun' dari China mempersulit untuk menganalisa keuangan negara secara akurat. Ini berbahaya.
Lembaga riset AidData, mengungkap banyaknya aliran dana utang terselubung Indonesia dari China, di luar utang resmi dari China yang terdata dalam statistik utang luar negeri di Bank Indonesia (BI).
Laporan AidData soal utang terselubung yang diberikan China, berjudul 'Banking on the Belt and Road: Insights from a new global dataset of 13,427 Chinese Development Projects' itu, me-review penyaluran pembiayaan China melalui sejumlah proyek ke berbagai negara..
Dalam laporan setebal 166 halaman tersebut, Aiddata menempatkan Indonesia dalam daftar 25 negara penerima utang terselubung terbesar dari China. Dalam daftar itu, Indonesia ada bersama antara lain Brasil, Etiopia, Venezuela, Angola, dan Pakistan.
China memanfaatkan jalur oligarki untuk menaklukkan dan mengendalikan para penguasa dan para elit politik, dalam agenda 'menjajah' sebuah negara dengan perangkap utang dan jebakan data.
Dalam meminjamkan uang, China menetapkan kondisi khusus yang membuka peluang campur tangan strategis di negara yang bersangkutan.
Kesimpulan itu dirilis oleh Institute for the World Economi (IfW) di Kiel, Jermani. Penelitian itu menganalisis sekitar 100 perjanjian utang yang dibuat China dengan 24 negara.
Studi ini adalah analisis sistematis pertama terhadap praktik pemberian kredit luar negeri bersyarat oleh China.
Kontrak perjanjian biasanya "menggunakan desain jebakan untuk mengelola risiko kredit dan menembus hambatan hukum,” tulis IfW, yang menilai China sebagai "kreditur yang berotot di kalangan negara berkembang.”
Dalam perjanjian kredit, bank-bank China menggunakan persyaratan yang "melebihi batas komersial,” tulis para peneliti.
"Syarat-syarat itu bisa menggandakan pengaruh kreditur terhadap kebijakan ekonomi dan politik kreditur,"
Lebih dari 90% perjanjian utang China mencantumkan klausul yang mengizinkan Chins menuntut pelunasan utang, jika terdapat perubahan signifikan dalam kebijakan hukum atau politik di negara peminjam.
Kontrak-kontrak itu juga mengandung "klausul kerahasiaan dengan cakupan luas dan tidak lazim,” tulis para peneliti. "Kebanyakan kontrak itu mengandung atau mencantumkan janji debitur untuk merahasiakan perjanjian.”
"Warga di negara peminjam tidak bisa mengawasi pemerintahnya dalam perjanjian utang rahasia.”
Rakyat di negara-negara dengan rezim penguasa berperlilaku calo tukang catut, tidak berdaya menyaksikan negaranya makin sesat arah.
dw, zid, aljazeera