Donald Trump Jadi Terpidana, Masih Bisakah Menjadi Presiden?
Donald Trump menjadi mantan presiden AS pertama yang divonis bersalah atas tuduhan pidana. Jika terpilih jadi presiden, bisakah Trump membatalkan kasus yang menimpanya atau mengampuni dirinya sendiri?
Apa dampaknya terhadap pencalonan Trump pada pilpres AS November mendatang? Dan apa yang terjadi jika dia masuk penjara?
Mantan presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, yang juga merupakan kandidat yang diprediksi akan diusung oleh Partai Republik dalam pemilihan presiden AS pada November 2024 mendatang, sudah tidak asing lagi di ruang sidang pengadilan.
Pada Januari 2024 misalnya, juri di New York memutuskan bahwa Trump harus membayar ganti rugi jutaan dolar kepada penulis E. Jean Carroll. Trump dinyatakan bersalah melakukan pelecehan seksual dan mencemarkan nama baik penulis tersebut. Keputusan ini masih mendapat upaya hukum banding dari Trump, dan ini merupakan kasus perdata.
Namun kini Tump telah resmi menjadi mantan presiden AS pertama yang divonis bersalah atas tuduhan pidana. Vonis tersebut dijatuhkan atas tuduhan bahwa Trump telah membayar uang tutup mulut guna mengubur cerita tentang hubungan seksual di luar nikah yang ia lakukan dengan seorang bintang porno. Trump melakukannya untuk melindungi kampanyenya pada pemilu 2016 silam.
Ini baru satu sidang pidana dari total empat sidang pidana, dua di tingkat negara bagian dan dua di tingkat federal, yang akan mengadili Trump.
Kasus-kasus pidana lain yang menjeratnya antara lain berpusat pada dugaan bahwa Trump berupaya untuk membalikkan kekalahannya di Georgia pada pemilihan presiden 2020. Ada pula satu kasus federal yang menuduhnya dengan sengaja mendorong kebohongan pemilu pada 2020 untuk mencoba tetap berkuasa. Sementara satu tuduhan lain menyatakan bahwa Trump secara ilegal menyimpan dokumen rahasia pemerintah ketika dia meninggalkan Gedung Putih, yang merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Catatan Kepresidenan.
Mantan presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, yang juga merupakan kandidat yang diprediksi akan diusung oleh Partai Republik dalam pemilihan presiden AS pada November 2024 mendatang, sudah tidak asing lagi di ruang sidang pengadilan.
Pada Januari 2024 misalnya, juri di New York memutuskan bahwa Trump harus membayar ganti rugi jutaan dolar kepada penulis E. Jean Carroll. Trump dinyatakan bersalah melakukan pelecehan seksual dan mencemarkan nama baik penulis tersebut. Keputusan ini masih mendapat upaya hukum banding dari Trump, dan ini merupakan kasus perdata.
Namun kini Tump telah resmi menjadi mantan presiden AS pertama yang divonis bersalah atas tuduhan pidana. Vonis tersebut dijatuhkan atas tuduhan bahwa Trump telah membayar uang tutup mulut guna mengubur cerita tentang hubungan seksual di luar nikah yang ia lakukan dengan seorang bintang porno. Trump melakukannya untuk melindungi kampanyenya pada pemilu 2016 silam.
Ini baru satu sidang pidana dari total empat sidang pidana, dua di tingkat negara bagian dan dua di tingkat federal, yang akan mengadili Trump.
Kasus-kasus pidana lain yang menjeratnya antara lain berpusat pada dugaan bahwa Trump berupaya untuk membalikkan kekalahannya di Georgia pada pemilihan presiden 2020. Ada pula satu kasus federal yang menuduhnya dengan sengaja mendorong kebohongan pemilu pada 2020 untuk mencoba tetap berkuasa. Sementara satu tuduhan lain menyatakan bahwa Trump secara ilegal menyimpan dokumen rahasia pemerintah ketika dia meninggalkan Gedung Putih, yang merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Catatan Kepresidenan.
Bisakah Donald Trump tetap mencalonkan diri sebagai presiden?
Ya. Tidak peduli bagaimana kasus ini berakhir, Trump masih bisa mencalonkan diri sebagai presiden. Konstitusi AS hanya menetapkan tiga persyaratan kelayakan bagi orang yang menginginkan pekerjaan tersebut: Mereka harus merupakan warga negara Amerika Serikat, berusia minimal 35 tahun, dan telah tinggal di AS setidaknya selama 14 tahun. Tidak ada satu pun ketentuan yang melarang seorang terpidana mencalonkan diri atau menjadi presiden.
"Memang ada beberapa argumen mengenai apakah calon presiden yang didakwa atau terlibat dalam kasus hukum yang sedang berlangsung bisa mencalonkan diri atau tidak,” kata Laura Merrifield Wilson, profesor ilmu politik di Universitas Indianapolis, kepada DW pada Desember 2023.
"Namun hal tersebut didasarkan pada moral, penilaian dan preferensi, bukan hukum yang terang-terangan atau hambatan prosedural," tambahnya.
Bisakah Trump didiskualifikasi berdasarkan Amandemen ke-14 Konstitusi AS?
Bagian 3 dari Amandemen ke-14 Konstitusi AS menyatakan bahwa orang yang "terlibat dalam pembangkangan atau pemberontakan" setelah bersumpah untuk mendukung konstitusi akan didiskualifikasi dari memegang "jabatan apa pun, sipil atau militer, di bawah Amerika Serikat."
Aktivis yang menginginkan Trump didiskualifikasi berdasarkan klausul ini berargumen bahwa tindakan Trump jelang serangan terhadap Gedung Capitol pada 6 Januari 2021 silam merupakan partisipasi dalam pemberontakan. Menurut mereka, kebohongan Trump tentang bagaimana Partai Demokrat mencurangi pemilu saat itu, telah mendorong massa sayap kanan menyerbu Capitol AS.
Brandon Conradis, seorang mantan jurnalis DW yang kini menjabat sebagai editor kampanye untuk situs berita politik The Hill, mengatakan bahwa awalnya amandemen ini digunakan untuk "mencegah kelompok separatis kembali ke posisi pemerintahan setelah Perang Saudara Amerika." Namun, kini amandemen tersebut digunakan sebagai alasan untuk mencoba mendiskualifikasi Trump dari pemilu pendahuluan di sejumlah negara bagian.
Pada Maret 2024 misalnya, Mahkamah Agung AS membatalkan salah satu upaya mendiskualifikasi Trump di Colorado, dengan mengatakan bahwa negara bagian tidak memiliki wewenang untuk melarang individu mencalonkan diri sebagai pejabat federal.
"Tanggung jawab untuk menegakkan Bagian 3 terhadap pejabat dan kandidat federal berada di tangan Kongres,” tulis Mahkamah Agung dalam pendapat yang menyertai putusannya saat itu. Dengan demikian, keputusan tersebut membatalkan upaya serupa di negara bagian lain.
Karena Kongres AS terpecah, dengan Partai Republik memegang mayoritas di Dewan Perwakilan Rakyat dan Demokrat memiliki mayoritas satu kursi di Senat, tampaknya sangat kecil kemungkinan Trump akan didiskualifikasi berdasarkan Amandemen ke-14.
Bisakah Trump memberikan suara dalam pemilu AS?
Mungkin tidak. Trump terdaftar sebagai pemilih di Florida, di mana para terpidana tidak diberi hak pilih.
"Sebagian besar terpidana di Florida mendapatkan kembali hak pilihnya setelah menyelesaikan hukuman penuh mereka, termasuk pembebasan bersyarat atau masa percobaan, dan membayar semua denda dan biaya,” tulis reporter politik Maggie Astor di The New York Times.
Namun pembebasan bersyarat Trump kemungkinan besar belum akan datang sebelum dia mendapatkan kembali hak pilihnya. Jadi, jika terbukti bersalah, Trump masih bisa mencalonkan diri sebagai presiden, tapi tidak bisa memilih dirinya sendiri.
Namun apa jadinya jika Trump justru masuk penjara?
Tidak ada yang tahu.
"Belum pernah ada kejadian semacam ini sebelumnya,” kata Erwin Chemerinsky, pakar hukum konstitusi di Universitas California, Berkeley, kepada The New York Times. "Jadi hanya bisa menebak-nebak."
Secara hukum, Trump tetap berhak mencalonkan diri, meski sudah berada di balik jeruji besi. Namun tentu saja seorang presiden yang terpilih saat masih berada di penjara akan menghadirkan tantangan logistik.
Jurnalis Astor berspekulasi bahwa "Trump dapat menuntut pembebasannya atas dasar bahwa pemenjaraannya menghalangi dia memenuhi kewajiban konstitusionalnya sebagai presiden."
Namun sekali lagi, karena hal seperti ini belum pernah terjadi sepanjang sejarah AS, mustahil bisa memprediksi apa yang akan terjadi.
Jika terpilih jadi presiden, bisakah Trump membatalkan kasus yang menimpanya atau memaafkan dirinya sendiri?
Secara teori, Trump bisa saja meringankan hukuman penjaranya dan membiarkan hukumannya tetap berlaku, atau bahkan mencoba untuk mengampuni dirinya sendiri sepenuhnya, seandainya terpilih menjadi presiden.
Namun hal ini bisa dianggap sebagai sebuah pernyataan ekstrem mengenai kekuasaan presiden, yang kemungkinan besar akan diajukan ke Mahkamah Agung (di mana hakim konservatif memegang keputusan 6-3 mayoritas) untuk diperiksa konstitusionalitasnya.
Alternatifnya, Presiden Joe Biden yang memaafkan Trump untuk keluar dari penjara, sehingga Trump, yang dipilih oleh pemilih AS sebagai presiden, dapat menjalankan tugas untuk memerintah negara tersebut.
Namun, tindakan tersebut hanya akan berlaku untuk kasus-kasus federal yang menjerat Trump, bukan kasus kasus di level negara bagian seperti kasus uang tutup mulut di negara bagian New York, atau kasus campur tangan pemilu di Georgia, karena presiden tidak mempunyai wewenang untuk memberikan pengampunan atas hukuman yang dijatuhkan di negara bagian tersebut.
dw, zid