Orangutan Sumatra Bisa Mengobati Dirinya Sendiri dengan Tanaman Obat
Orangutan Sumatra menjadi hewan liar pertama yang terlihat melakukan pengobatan sendiri dengan tanaman untuk menyembuhkan luka.
Orangutan jantan, bernama Rakus, mengalami luka di bagian pipinya, kemungkinan besar akibat perkelahian dengan pejantan lain, kata para peneliti dalam penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Scientific Reports.
Rakus terlihat mengunyah daun liana tanpa menelannya, lalu menggunakan jarinya untuk mengoleskan sari buahnya ke luka, kata peneliti.
Akhirnya, dia menutupi lukanya sepenuhnya dengan racikan yang dia buat dengan mengunyah daun itu.
Lima hari setelah dia terlihat mengoleskan racikan itu ke lukanya, luka itu tertutup, dan sebulan kemudian hampir tidak terlihat.
Ini adalah kasus pertama yang terdokumentasi mengenai pengobatan luka aktif oleh hewan liar dengan tanaman yang diketahui memiliki kualitas obat.
Daunnya berasal dari tanaman liana yang dikenal dengan nama akar kuning (Fibraurea tinctoria dalam bahasa Latin), yang digunakan dalam pengobatan tradisional untuk menghilangkan rasa sakit, menurunkan demam, dan mengobati berbagai penyakit, seperti diabetes dan malaria.
Daun ini juga memiliki sifat antibakteri, anti-inflamasi, antijamur dan antioksidan.
"Sepengetahuan kami, hanya ada satu laporan mengenai pengobatan luka aktif pada hewan non-manusia, yaitu pada simpanse," tulis para peneliti.
Lihat videonya
Perilaku orangutan ini dicatat pada tahun 2022 oleh Ulil Azhari, rekan penulis dan peneliti lapangan di Proyek Suaq di Medan, Indonesia.
Para ilmuwan telah mengamati orangutan di Taman Nasional Gunung Leuser di Indonesia sejak tahun 1994, namun mereka belum pernah melihat perilaku ini sebelumnya.
Ada kemungkinan Rakus mempelajari teknik ini dari orangutan lain yang tinggal di luar taman nasional dan jauh dari pengawasan sehari-hari para ilmuwan, kata rekan penulis Caroline Schuppli di Max Planck.
Rakus lahir dan hidup sebagai remaja di luar wilayah penelitian.
Para peneliti meyakini ia terluka saat berkelahi dengan hewan lain. Tidak diketahui apakah Rakus sebelumnya pernah mengobati luka lainnya.
Hellena Souisa ABC News
Orangutan jantan, bernama Rakus, mengalami luka di bagian pipinya, kemungkinan besar akibat perkelahian dengan pejantan lain, kata para peneliti dalam penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Scientific Reports.
Rakus terlihat mengunyah daun liana tanpa menelannya, lalu menggunakan jarinya untuk mengoleskan sari buahnya ke luka, kata peneliti.
Akhirnya, dia menutupi lukanya sepenuhnya dengan racikan yang dia buat dengan mengunyah daun itu.
Lima hari setelah dia terlihat mengoleskan racikan itu ke lukanya, luka itu tertutup, dan sebulan kemudian hampir tidak terlihat.
Ini adalah kasus pertama yang terdokumentasi mengenai pengobatan luka aktif oleh hewan liar dengan tanaman yang diketahui memiliki kualitas obat.
Daunnya berasal dari tanaman liana yang dikenal dengan nama akar kuning (Fibraurea tinctoria dalam bahasa Latin), yang digunakan dalam pengobatan tradisional untuk menghilangkan rasa sakit, menurunkan demam, dan mengobati berbagai penyakit, seperti diabetes dan malaria.
Daun ini juga memiliki sifat antibakteri, anti-inflamasi, antijamur dan antioksidan.
"Sepengetahuan kami, hanya ada satu laporan mengenai pengobatan luka aktif pada hewan non-manusia, yaitu pada simpanse," tulis para peneliti.
"Perilaku yang mungkin inovatif ini memperlihatkan kasus pengobatan luka aktif pertama yang didokumentasikan secara sistematis dengan spesies tanaman yang diketahui mengandung zat aktif biologis oleh hewan liar dan memberikan wawasan baru tentang asal mula perawatan luka pada manusia."
Lihat videonya
Perilaku orangutan ini dicatat pada tahun 2022 oleh Ulil Azhari, rekan penulis dan peneliti lapangan di Proyek Suaq di Medan, Indonesia.
Para ilmuwan telah mengamati orangutan di Taman Nasional Gunung Leuser di Indonesia sejak tahun 1994, namun mereka belum pernah melihat perilaku ini sebelumnya.
Ada kemungkinan Rakus mempelajari teknik ini dari orangutan lain yang tinggal di luar taman nasional dan jauh dari pengawasan sehari-hari para ilmuwan, kata rekan penulis Caroline Schuppli di Max Planck.
Rakus lahir dan hidup sebagai remaja di luar wilayah penelitian.
Para peneliti meyakini ia terluka saat berkelahi dengan hewan lain. Tidak diketahui apakah Rakus sebelumnya pernah mengobati luka lainnya.