80 Negara Tandatangani Komunike KTT Perdamaian Ukraina
Tetapi India, Afrika Selatan, Indonesia, dan Meksiko, termasuk di antara beberapa negara yang memilih untuk tidak mendukung naskah final pernyataan tersebut.
Berlokasi di pegunungan tinggi Swiss, resor Bürgenstock menjadi lokasi para pemimpin, menteri, dan utusan dari 90 negara lebih, berkumpul melakukan pembicaraan pertama mengenai perdamaian di Ukraina.
Tuan rumah, Swiss, mengatakan mereka berharap bisa meletakkan fondasi bagi perundingan di masa depan, dan melangkah maju dalam jalan panjang menuju perdamaian.
Namun, Rusia tidak diundang, tapi juga tidak menunjukkan minat untuk hadir, sehingga mendorong sekutunya, Cina, untuk memboikot perundingan.
Ketika perundingan dimulai, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskky, menekankan bahwa persitiwa bersejarah sedang terjadi. Mengumpulkan lebih dari 50 pemimpin dunia untuk membicarakan perdamaian di Ukraina bukanlah hal yang mudah. Apalagi, mendapatkan keterwakilan dari puluhan negara lain yang mencakup semua benua, bahkan lebih sulit lagi.
Pertemuan ini merupakan hasil dari diplomasi yang melelahkan selama berbulan-bulan, dan tetap berlangsung meski ada 'serangan politik' dari Rusia yang bertujuan merendahkan pertemuan tersebut.
Perundingan selama dua hari itu melibatkan negara-negara yang biasanya tidak ikut dalam pertemuan para pendukung Kyiv. Hal ini dinilai sebagai sebuah langkah untuk menjauhkan diri dari tuduhan yang sering dilontarkan terhadap negara-negara Barat.
Presiden Kenya misalnya, mengutuk Moskow, tetapi juga meminta "semua pihak yang terlibat perang” untuk "melunakkan posisi mereka.” Sementara, menteri luar negeri Arab Saudi berbicara tentang "kompromi yang sulit” di masa depan.
Daftar undangan yang luas ini juga berarti bahwa perpecahan antara pendukung Ukraina dan pemain kunci di Afrika, Asia, dan Amerika Latin, tampak di pegunungan Swiss.
Integritas teritorial Ukraina didukung puluhan negara
Perundingan ini mencapai puncaknya dengan sebuah pernyataan yang mendapat dukungan dari sekitar 80 negara, termasuk seluruh anggota Uni Eropa (UE), Amerika Serikat (AS), Ghana, Kenya, Argentina, Kolombia, Filipina, Qatar, dan Guatemala.
"Perang yang sedang berlangsung antara Federasi Rusia melawan Ukraina terus menyebabkan penderitaan dan kehancuran berskala besar bagi manusia, dan menciptakan risiko dan krisis yang berdampak secara global bagi dunia,” demikian bunyi pernyataan tersebut.
"Kami menegaskan kembali komitmen kami untuk menahan diri dari ancaman atau penggunaan kekuatan terhadap integritas wilayah atau kemerdekaan politik negara mana pun, prinsip kedaulatan, kemerdekaan, dan integritas wilayah semua negara, termasuk Ukraina.”
Pernyataan itu juga mengutuk ancaman nuklir, penggunaan keamanan pangan sebagai senjata, dan menyerukan "pertukaran tahanan secara menyeluruh” dan pemulangan "semua anak-anak Ukraina yang dideportasi dan dipindahkan secara tidak sah.”
Indonesia menolak menandatangani pernyataan
Negara-negara besar seperti India, Afrika Selatan, Indonesia, dan Meksiko, termasuk di antara beberapa negara yang memilih untuk tidak mendukung naskah final pernyataan tersebut. Negara-negara tersebut telah menunjukkan sikap enggan dengan hanya mengirimkan utusan setara diplomat atau menteri, bukan pemimpin mereka, ke Swiss.
Terkait hal ini, Claude Rakisits, seorang analis di Pusat Keamanan, Diplomasi dan Strategi yang berbasis di Brussels, mengaku tidak terkejut.
Menurutnya, beberapa negara "ingin menghindari hal yang tidak diinginkan” karena negara-negara tersebut mencoba menyeimbangkan hubungan dengan negara-negara Barat, Rusia, dan juga Cina. Ketergantungan India pada Rusia terkait pasokan senjata misalnya, atau hubungan bersejarah Afrika Selatan dengan Moskow.
Kyiv sebelumnya menuduh Moskow dan Beijing memberikan tekanan diplomatik pada negara-negara lain guna meyakinkan mereka untuk tidak hadir dalam KTT. Namun, hal ini dibantah oleh Cina. "Konferensi ini lebih dari sekedar Ukraina. Ini tentang menjaga ketertiban internasional,” kata Rakisits kepada DW.
Ukraina: KTT bukti dukungan internasional "tak melemah”
Zelenskyy membantah bahwa dirinya kecewa karena beberapa negara seperti Indonesia menolak menandatangani pernyataan KTT tersebut. Menurutnya, fakta bahwa sejumlah besar negara ikut serta justru merupakan sebuah "kesuksesan besar.” "KTT ini menunjukkan bahwa dukungan internasional tidak melemah. Dukungan itu kuat,” katanya kepada wartawan pada Minggu (16/06).
Sekutu Kyiv di Barat juga menyuarakan optimisme tersebut. "Ini jelas merupakan pertemuan terbesar dan paling senior yang dilakukan negara-negara di seluruh dunia guna membicarakan upaya menuju perdamaian di Ukraina sejak pecahnya perang. Itu saja sudah menunjukkan bahwa ini signifikan,” kata Perdana Menteri Irlandia Simon Harris kepada DW di sela-sela pertemuan.
Rusia sebelumnya telah mengumumkan proposal perdamaiannya sendiri menjelang KTT. Dalam proposal tersebut, Ukraina dituntut menyerahkan sebagian besar wilayahnya dan meninggalkan ambisinya untuk bergabung dengan aliansi militer Barat, NATO.
Menurut Rakisits, proposal tersebut kemungkinan merupakan bagian dari upaya Moskow untuk menggagalkan dan mengalihkan perhatian dari perundingan di Swiss. Kanselir Jerman Olaf Scholz menyebut proposal tersebut sebagai hal yang tidak serius.
PM Irlandia Simon Haris mengatakan bahwa Putin tidak dalam posisi untuk menetapkan prasyarat. "Kenyataannya adalah setiap penyelesaian perdamaian, setiap proses perdamaian harus sejalan dengan hukum internasional. Dan semua hukum internasional menghormati integritas wilayah suatu negara,” katanya kepada DW.
Akan ada KTT lanjutan?
Namun, ada satu pertanyaan kunci yang masih tersisa, kata Presiden Swiss Viola Amherd. "Bagaimana dan kapan Rusia dapat diikutsertakan dalam proses tersebut?”
"Diskusi selama dua hari terakhir menunjukkan adanya perbedaan sudut pandang. Yang lebih penting adalah pemahaman kita bahwa jalan menuju perdamaian di Ukraian harus diupayakan berdasarkan hukum internasional,” tambahnya.
Tidak ada pertemuan resmi lanjutan yang diumumkan, tetapi Presiden Swiss Amherd mengatakan beberapa negara menyatakan kesediannya untuk menjadi tuan rumah perundingan di masa depan.
Kanada secara khusus telah mengumumkan rencana untuk mengumpulkan para menteri luar negeri guna membahas masalah kemanusiaan di Ukraina.
"Jelas bahwa untuk mengakhiri perang, Anda memerlukan kedua belah pihak untuk berunding,” kata Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba kepada wartawan di luar Lokasi KTT. "Tugas saya dan tugas semua diplomat Ukraina serta prioritas utama Presiden Zelenskyy adalah membawa Ukraina ke meha perundingan ini dalam posisi sekuat mungkin,” tambahnya.
dw
Berlokasi di pegunungan tinggi Swiss, resor Bürgenstock menjadi lokasi para pemimpin, menteri, dan utusan dari 90 negara lebih, berkumpul melakukan pembicaraan pertama mengenai perdamaian di Ukraina.
Tuan rumah, Swiss, mengatakan mereka berharap bisa meletakkan fondasi bagi perundingan di masa depan, dan melangkah maju dalam jalan panjang menuju perdamaian.
Namun, Rusia tidak diundang, tapi juga tidak menunjukkan minat untuk hadir, sehingga mendorong sekutunya, Cina, untuk memboikot perundingan.
Ketika perundingan dimulai, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskky, menekankan bahwa persitiwa bersejarah sedang terjadi. Mengumpulkan lebih dari 50 pemimpin dunia untuk membicarakan perdamaian di Ukraina bukanlah hal yang mudah. Apalagi, mendapatkan keterwakilan dari puluhan negara lain yang mencakup semua benua, bahkan lebih sulit lagi.
Pertemuan ini merupakan hasil dari diplomasi yang melelahkan selama berbulan-bulan, dan tetap berlangsung meski ada 'serangan politik' dari Rusia yang bertujuan merendahkan pertemuan tersebut.
Perundingan selama dua hari itu melibatkan negara-negara yang biasanya tidak ikut dalam pertemuan para pendukung Kyiv. Hal ini dinilai sebagai sebuah langkah untuk menjauhkan diri dari tuduhan yang sering dilontarkan terhadap negara-negara Barat.
Presiden Kenya misalnya, mengutuk Moskow, tetapi juga meminta "semua pihak yang terlibat perang” untuk "melunakkan posisi mereka.” Sementara, menteri luar negeri Arab Saudi berbicara tentang "kompromi yang sulit” di masa depan.
Daftar undangan yang luas ini juga berarti bahwa perpecahan antara pendukung Ukraina dan pemain kunci di Afrika, Asia, dan Amerika Latin, tampak di pegunungan Swiss.
Integritas teritorial Ukraina didukung puluhan negara
Perundingan ini mencapai puncaknya dengan sebuah pernyataan yang mendapat dukungan dari sekitar 80 negara, termasuk seluruh anggota Uni Eropa (UE), Amerika Serikat (AS), Ghana, Kenya, Argentina, Kolombia, Filipina, Qatar, dan Guatemala.
"Perang yang sedang berlangsung antara Federasi Rusia melawan Ukraina terus menyebabkan penderitaan dan kehancuran berskala besar bagi manusia, dan menciptakan risiko dan krisis yang berdampak secara global bagi dunia,” demikian bunyi pernyataan tersebut.
"Kami menegaskan kembali komitmen kami untuk menahan diri dari ancaman atau penggunaan kekuatan terhadap integritas wilayah atau kemerdekaan politik negara mana pun, prinsip kedaulatan, kemerdekaan, dan integritas wilayah semua negara, termasuk Ukraina.”
Pernyataan itu juga mengutuk ancaman nuklir, penggunaan keamanan pangan sebagai senjata, dan menyerukan "pertukaran tahanan secara menyeluruh” dan pemulangan "semua anak-anak Ukraina yang dideportasi dan dipindahkan secara tidak sah.”
Indonesia menolak menandatangani pernyataan
Negara-negara besar seperti India, Afrika Selatan, Indonesia, dan Meksiko, termasuk di antara beberapa negara yang memilih untuk tidak mendukung naskah final pernyataan tersebut. Negara-negara tersebut telah menunjukkan sikap enggan dengan hanya mengirimkan utusan setara diplomat atau menteri, bukan pemimpin mereka, ke Swiss.
Terkait hal ini, Claude Rakisits, seorang analis di Pusat Keamanan, Diplomasi dan Strategi yang berbasis di Brussels, mengaku tidak terkejut.
Menurutnya, beberapa negara "ingin menghindari hal yang tidak diinginkan” karena negara-negara tersebut mencoba menyeimbangkan hubungan dengan negara-negara Barat, Rusia, dan juga Cina. Ketergantungan India pada Rusia terkait pasokan senjata misalnya, atau hubungan bersejarah Afrika Selatan dengan Moskow.
Kyiv sebelumnya menuduh Moskow dan Beijing memberikan tekanan diplomatik pada negara-negara lain guna meyakinkan mereka untuk tidak hadir dalam KTT. Namun, hal ini dibantah oleh Cina. "Konferensi ini lebih dari sekedar Ukraina. Ini tentang menjaga ketertiban internasional,” kata Rakisits kepada DW.
Ukraina: KTT bukti dukungan internasional "tak melemah”
Zelenskyy membantah bahwa dirinya kecewa karena beberapa negara seperti Indonesia menolak menandatangani pernyataan KTT tersebut. Menurutnya, fakta bahwa sejumlah besar negara ikut serta justru merupakan sebuah "kesuksesan besar.” "KTT ini menunjukkan bahwa dukungan internasional tidak melemah. Dukungan itu kuat,” katanya kepada wartawan pada Minggu (16/06).
Sekutu Kyiv di Barat juga menyuarakan optimisme tersebut. "Ini jelas merupakan pertemuan terbesar dan paling senior yang dilakukan negara-negara di seluruh dunia guna membicarakan upaya menuju perdamaian di Ukraina sejak pecahnya perang. Itu saja sudah menunjukkan bahwa ini signifikan,” kata Perdana Menteri Irlandia Simon Harris kepada DW di sela-sela pertemuan.
Rusia sebelumnya telah mengumumkan proposal perdamaiannya sendiri menjelang KTT. Dalam proposal tersebut, Ukraina dituntut menyerahkan sebagian besar wilayahnya dan meninggalkan ambisinya untuk bergabung dengan aliansi militer Barat, NATO.
Menurut Rakisits, proposal tersebut kemungkinan merupakan bagian dari upaya Moskow untuk menggagalkan dan mengalihkan perhatian dari perundingan di Swiss. Kanselir Jerman Olaf Scholz menyebut proposal tersebut sebagai hal yang tidak serius.
PM Irlandia Simon Haris mengatakan bahwa Putin tidak dalam posisi untuk menetapkan prasyarat. "Kenyataannya adalah setiap penyelesaian perdamaian, setiap proses perdamaian harus sejalan dengan hukum internasional. Dan semua hukum internasional menghormati integritas wilayah suatu negara,” katanya kepada DW.
Akan ada KTT lanjutan?
Namun, ada satu pertanyaan kunci yang masih tersisa, kata Presiden Swiss Viola Amherd. "Bagaimana dan kapan Rusia dapat diikutsertakan dalam proses tersebut?”
"Diskusi selama dua hari terakhir menunjukkan adanya perbedaan sudut pandang. Yang lebih penting adalah pemahaman kita bahwa jalan menuju perdamaian di Ukraian harus diupayakan berdasarkan hukum internasional,” tambahnya.
Tidak ada pertemuan resmi lanjutan yang diumumkan, tetapi Presiden Swiss Amherd mengatakan beberapa negara menyatakan kesediannya untuk menjadi tuan rumah perundingan di masa depan.
Kanada secara khusus telah mengumumkan rencana untuk mengumpulkan para menteri luar negeri guna membahas masalah kemanusiaan di Ukraina.
"Jelas bahwa untuk mengakhiri perang, Anda memerlukan kedua belah pihak untuk berunding,” kata Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba kepada wartawan di luar Lokasi KTT. "Tugas saya dan tugas semua diplomat Ukraina serta prioritas utama Presiden Zelenskyy adalah membawa Ukraina ke meha perundingan ini dalam posisi sekuat mungkin,” tambahnya.
dw