Sidang Mahkamah Rakyat Adili Nawadosa Jokowi dengan 9 Gugatan


Presiden  Jokowi diadili dalam sidang Mahkamah Rakyat Luar Biasa yang berlangsung di Wisma Makara Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat pada Selasa, 25 Juni 2024. 


Dalam sidang tersebut, ada sembilan gugatan yang disebut sebagai “Nawadosa” rezim Jokowi yang dilayangkan para penggugat kepada negara.

Adapun gugatan dalam sidang Mahkamah Rakyat Luar Biasa itu dibacakan oleh kuasa hukum para penggugat, Muhammad Fadhil Alfathan. “Majelis Pengampu Keadilan yang terhormat, kami akan menyampaikan sembilan isu gugatan,” kata Fadhil dalam sidang.

Terdapat banyak contoh-contoh kasus untuk setiap poin dari sembilan gugatan yang dibacakan Fadhil. Tempo merangkum beberapa di antaranya untuk setiap poin gugatan.

Pertama, ujar Fadhil, adalah gugatan soal perampasan ruang hidup dan penyingkiran masyarakat. Dia memberikan contoh sejumlah kebijakan pemerintah, seperti proyek strategis nasional, Undang-undang Cipta Kerja, hilirisasi nikel, food estate sebagai kebijakan yang merugikan pada penggugat.

“Dan proyek-proyek yang dianggap oleh tergugat dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, padahal sebaliknya, kami harus tergusur dari ruang kami yang sudah ditinggali sebelum republik ini berdiri,” ucap Fadhil mewakili para penggugat.

Kedua, gugatan juga dilayangkan terkait kekerasan, persekusi, kriminalisasi, dan diskriminasi. Fadhil mencontohkan sejumlah kasus kekerasan yang sering terjadi dalam berbagai demonstrasi sipil. Selain itu, ada juga berbagai regulasi pasal-pasal “karet” yang dianggap para penggugat telah dibiarkan oleh pemerintah dan mengakibatkan kriminalisasi.

“Ketiga, politik impunitas dan kejahatan kemanusiaan,” ucap Fadhil. Selama periode pemerintahan Jokowi, kata Fadhil, pemerintah diduga tidak serius menuntaskan berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat.

Selain itu, Fadhil menyampaikan bahwa para penggugat kecewa karena Jokowi pernah berjanji ingin menyelesaikan dan melindungi korban kasus pelanggaran HAM berat. “Keluarga korban pun menganggap bahwa tergugat telah berbohong dan melindungi pelaku pelanggaran HAM berat masa lalu,” ujar Fadhil.

Keempat, Jokowi juga digugat soal komersialisasi, penyeragaman, dan penundukkan dalam sistem pendidikan nasional. Salah satu yang disoroti para penggugat adalah polemik mahalnya uang kuliah tunggal dan pemberlakuan status Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum atau PTNBH yang disebut membuat biaya kuliah semakin tinggi.

Kelima, persoalan korupsi, kolusi, dan nepotisme serta tindakan perlindungan terhadap koruptor. Fadhil menyoroti revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi atau UU KPK yang dilakukan di periode Jokowi. Selain itu, ada juga tudingan bahwa Jokowi telah menormalisasi praktek kolusi dan nepotisme selama Pilpres 2024.

Keenam, kata Fadhil, adalah soal eksploitasi sumber daya alam dan program solusi palsu untuk krisis iklim. “Perizinan pertambangan tidak berjalan beriringan dengan pengetatan pengawasan perizinan berusaha, pemulihan, dan kemampuan negara untuk mendistribusikan keuntungan yang didapatkan kepada rakyat,” tutur dia.

Ketujuh, politik perburuhan yang menindas. Fadhil mencontohkan pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja yang terjadi dalam periode Jokowi. “Selama dua periode kepemimpinan rezim Joko Widodo sangatlah memiskinkan dan menindas rakyat, khususnya para kaum buruh atau kelas pekerja di Indonesia,” ucap dia.

Kedelapan, pembajakan legislasi. Menurut Fadhil, dalam prakteknya Jokowi sebagai presiden tidak mengeluarkan peraturan untuk kepentingan publik. “Namun melakukan pembajakan legislasi untuk kepentingan kekuasaan,” ujar Fadhil.

“Kesembilan, militerisme dan militerisasi,” kata Fadhil. Menurut para penggugat, rezim Jokowi selama menjabat telah berupaya mengembalikan militer ke ruang-ruang sipil. Fadhil memberi contoh revisi UU Aparatur Sipil Negara yang menyatakan jabatan ASN tertentu dapat diisi prajurit TNI dan anggota Polri.

Ada delapan penggugat dari komponen masyarakat sipil dalam sidang yang disebut sebagai People’s Tribunal atau Pengadilan Rakyat itu. Mereka adalah Bambang, petani; Khanza Vina, korban diskriminasi kelompok rentan; Benydictus Siumlala, mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.

Selain itu, ada juga Khariq Anhar, mahasiswa Universitas Riau; Neneng, warga Rumpin, Bogor; Muhammad Ruhullah Thohiro, anak korban Tragedi Tanjung Priok 1984; Sunarno, buruh; dan Bivitri Susanti, akademisi hukum. Para penggugat diwakili empat kuasa hukum, yaitu Muhammad Fadhil Alfathan dari LBH Jakarta, Wildan Siregar dari Tren Asia, Difa Shafira dari ICEL, dan Husein Ahmad dari Imparsial.

Adapun para tergugat adalah Presiden Joko Widodo, Ketua DPR RI Puan Maharani, dan Ketua DPD RI Lanyalla Mattalitti. Sepuluh partai yang lolos ke parlemen sejak Pemilu 2014 juga menjadi pihak tergugat. Mereka adalah PDIP, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai NasDem, PKB, PAN, Partai Hanura, PPP, Partai Demokrat, dan PKS.


tempo, zaman
Next Post Previous Post