Wantimpres Diubah Jadi DPA dengan Jumlah Anggota Tidak Terbatas, Demi Apa?
Penyusunan RUU super cepat hanya satu hari. Wantimpres diganti menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA) Tidak ada batasan jumlah anggota DPA. Anggota DPA akan berstatus pejabat negara.
Langkah Dewan Perwakilan Rakyat merevisi Undang-Undang tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) sehingga kembali menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan menghapus batasan jumlah anggota dicurigai "sebagai upaya bagi-bagi jatah jabatan" kepada rekan koalisi presiden terpilih Prabowo Subianto saat Pilpres 2024 lalu, menurut pakar hukum tata negara.
Pakar hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, beralasan peran dan fungsi Wantimpres selama ini tidak terlihat nyata lantaran hanya memberikan nasihat kepada presiden – yang belum tentu dilaksanakan.
Politikus Partai Gerindra, Maruarar Sirait, menyebut anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) memang akan bertugas memberikan pertimbangan, masukan nasihat, dan saran kepada Prabowo Subianto setelah dilantik menjadi presiden pada Oktober mendatang.
Dia juga meyakini Presiden Joko Widodo bakal menjadi anggota DPA di masa pemerintahan Prabowo. Sebab, klaimnya, Jokowi dan Prabowo mempunyai hubungan yang luar biasa baik.
Penyusunan RUU super cepat
Revisi Undang-Undang Nomor 19 tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) sesungguhnya tidak masuk dalam program legislasi nasional prioritas tahun 2020-2024.
Namun, pada Selasa (09/07), Badan Legislatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memutuskan membawa rancangan undang-undang (RUU) tersebut ke dalam rapat paripurna untuk disahkan menjadi usul inisiatif DPR setelah disepakati sembilan fraksi di rapat pleno.
Menjadi tak biasa, karena penyusunan RUU dilakukan dalam waktu satu hari saja.
"Katakanlah paripurna menyetujui, berarti [RUU] ini akan dikirim ke pemerintah. Pemerintah nanti akan menerbitkan surpres [surat presiden], kemudian juga beserta daftar inventaris masalahnya, setuju atau tidak," ujar Ketua Baleg DPR, Supratman Andi Agtas, di Kompleks DPR, Jakarta.
Supratman berkata ada beberapa perubahan dalam revisi UU Wantimpres.
Revisi UU Wantimpres memuat antara lain:
Mengenai jumlah yang tak dibatasi, politikus Partai Gerindra ini beralasan agar presiden terpilih nanti bisa mendapatkan orang-orang terbaik dan disesuaikan dengan kebutuhannya.
Kendati demikian, dia menampik dugaan yang berkembang bahwa revisi UU Wantimpres dilakukan untuk kepentingan presiden terpilih Prabowo Subianto.
"Enggak lah, enggak ada [dorongan dari Prabowo]," ucapnya.
"Semakin banyak orang berkontribusi untuk pembangunan ini yang memiliki kapasitas semakin baik. Tidak ada yang salah," sambungnya.
'Bagi-bagi kue kekuasaan'
Pakar hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, sependapat.
Ia mengatakan revisi UU Wantimpres "tidak ada urgensinya sama sekali" dan jika DPR hanya mengubah nomenklatur serta menambah jumlah anggota, maka hal itu tak lebih sebagai upaya bagi-bagi jatah "kue" jabatan kepada rekan koalisi presiden terpilih Prabowo Subianto.
"Saya melihat, niatnya ingin membagi-bagi kue kekuasaan saja."
"Karena Wantimpres atau DPA enggak punya wewenang yang bisa dieksekusi, mereka benar-benar cuma kasih nasihat ke presiden."
Merujuk pada lembaga penasihat yang dibentuk Joko Widodo, seperti Kantor Staf Presiden (KSP), Wantimpres, dan tujuh milenial Staf Khusus Presiden, presiden sebetulnya tidak kekurangan nasihat, kata Bivitri.
Justru keberadaan mereka, sebutnya, tidak ada gunanya dan hanya membuang-buang anggaran negara.
Sebab sebagai lembaga negara, mereka menerima hak keuangan serta fasilitas lainnya sesuai dengan yang diberikan kepada menteri negara.
"Jadi tujuannya cuma kasih fasilitas ke orang-orang senior, balas jasa, karena dilihat dari sejarahnya Wantimpres begitu. Dikasih jabatan padahal nasihatnya bisa didengar atau tidak."
Bivitri mencurigai pembentukan DPA tak lain ingin mengakomodasi ide presidential club ala Prabowo yang berisi para mantan presiden yakni Susilo Bambang Yudhoyono, Megawati Soekarnoputri, termasuk Joko Widodo.
Gagasan itu sebelumnya dikritik pengamat politik Silvanus Alvin, yang mengatakan klub kepresidenan hanya ingin meredam perbedaan pendapat saat proses legislasi dan perumusan anggaran di parlemen.
Dalam draf revisi UU nomor 19 tahun 2006 tentang Wantimpres, Pasal 9 menyebutkan anggota Dewan Pertimbangan Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden yang ketetapannya dilakukan melalui Keputusan Presiden (Keppres).
Kemudian Pasal 7 menyatakan posisi ketua DPA dapat dijabat secara bergantian di antara anggota yang ditetapkan oleh Presiden. Adapun jumlah anggota DPA ditentukan sesuai kehendak Presiden.
Draf revisi undang-undang juga menghapus larangan anggota partai politik dan organisasi masyarakat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung.
BBC, Zid
Langkah Dewan Perwakilan Rakyat merevisi Undang-Undang tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) sehingga kembali menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan menghapus batasan jumlah anggota dicurigai "sebagai upaya bagi-bagi jatah jabatan" kepada rekan koalisi presiden terpilih Prabowo Subianto saat Pilpres 2024 lalu, menurut pakar hukum tata negara.
Pakar hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, beralasan peran dan fungsi Wantimpres selama ini tidak terlihat nyata lantaran hanya memberikan nasihat kepada presiden – yang belum tentu dilaksanakan.
Politikus Partai Gerindra, Maruarar Sirait, menyebut anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) memang akan bertugas memberikan pertimbangan, masukan nasihat, dan saran kepada Prabowo Subianto setelah dilantik menjadi presiden pada Oktober mendatang.
Dia juga meyakini Presiden Joko Widodo bakal menjadi anggota DPA di masa pemerintahan Prabowo. Sebab, klaimnya, Jokowi dan Prabowo mempunyai hubungan yang luar biasa baik.
Penyusunan RUU super cepat
Revisi Undang-Undang Nomor 19 tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) sesungguhnya tidak masuk dalam program legislasi nasional prioritas tahun 2020-2024.
Namun, pada Selasa (09/07), Badan Legislatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memutuskan membawa rancangan undang-undang (RUU) tersebut ke dalam rapat paripurna untuk disahkan menjadi usul inisiatif DPR setelah disepakati sembilan fraksi di rapat pleno.
Menjadi tak biasa, karena penyusunan RUU dilakukan dalam waktu satu hari saja.
"Katakanlah paripurna menyetujui, berarti [RUU] ini akan dikirim ke pemerintah. Pemerintah nanti akan menerbitkan surpres [surat presiden], kemudian juga beserta daftar inventaris masalahnya, setuju atau tidak," ujar Ketua Baleg DPR, Supratman Andi Agtas, di Kompleks DPR, Jakarta.
Supratman berkata ada beberapa perubahan dalam revisi UU Wantimpres.
Revisi UU Wantimpres memuat antara lain:
- Wantimpres diganti menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
- Tidak ada batasan jumlah anggota DPA
- Anggota DPA akan berstatus pejabat negara
Mengenai jumlah yang tak dibatasi, politikus Partai Gerindra ini beralasan agar presiden terpilih nanti bisa mendapatkan orang-orang terbaik dan disesuaikan dengan kebutuhannya.
Kendati demikian, dia menampik dugaan yang berkembang bahwa revisi UU Wantimpres dilakukan untuk kepentingan presiden terpilih Prabowo Subianto.
"Enggak lah, enggak ada [dorongan dari Prabowo]," ucapnya.
"Semakin banyak orang berkontribusi untuk pembangunan ini yang memiliki kapasitas semakin baik. Tidak ada yang salah," sambungnya.
'Bagi-bagi kue kekuasaan'
Pakar hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, sependapat.
Ia mengatakan revisi UU Wantimpres "tidak ada urgensinya sama sekali" dan jika DPR hanya mengubah nomenklatur serta menambah jumlah anggota, maka hal itu tak lebih sebagai upaya bagi-bagi jatah "kue" jabatan kepada rekan koalisi presiden terpilih Prabowo Subianto.
"Saya melihat, niatnya ingin membagi-bagi kue kekuasaan saja."
"Karena Wantimpres atau DPA enggak punya wewenang yang bisa dieksekusi, mereka benar-benar cuma kasih nasihat ke presiden."
Merujuk pada lembaga penasihat yang dibentuk Joko Widodo, seperti Kantor Staf Presiden (KSP), Wantimpres, dan tujuh milenial Staf Khusus Presiden, presiden sebetulnya tidak kekurangan nasihat, kata Bivitri.
Justru keberadaan mereka, sebutnya, tidak ada gunanya dan hanya membuang-buang anggaran negara.
Sebab sebagai lembaga negara, mereka menerima hak keuangan serta fasilitas lainnya sesuai dengan yang diberikan kepada menteri negara.
"Jadi tujuannya cuma kasih fasilitas ke orang-orang senior, balas jasa, karena dilihat dari sejarahnya Wantimpres begitu. Dikasih jabatan padahal nasihatnya bisa didengar atau tidak."
Bivitri mencurigai pembentukan DPA tak lain ingin mengakomodasi ide presidential club ala Prabowo yang berisi para mantan presiden yakni Susilo Bambang Yudhoyono, Megawati Soekarnoputri, termasuk Joko Widodo.
Gagasan itu sebelumnya dikritik pengamat politik Silvanus Alvin, yang mengatakan klub kepresidenan hanya ingin meredam perbedaan pendapat saat proses legislasi dan perumusan anggaran di parlemen.
Dalam draf revisi UU nomor 19 tahun 2006 tentang Wantimpres, Pasal 9 menyebutkan anggota Dewan Pertimbangan Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden yang ketetapannya dilakukan melalui Keputusan Presiden (Keppres).
Kemudian Pasal 7 menyatakan posisi ketua DPA dapat dijabat secara bergantian di antara anggota yang ditetapkan oleh Presiden. Adapun jumlah anggota DPA ditentukan sesuai kehendak Presiden.
Draf revisi undang-undang juga menghapus larangan anggota partai politik dan organisasi masyarakat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung.
BBC, Zid