Setelah Mahkamah Konstitusi Thailand Diperalat Penguasa Perintahkan Pembubaran Partai Oposisi


Move Forward, partai pemenang pemilu Thailand tahun lalu, telah dibubarkan. Ini buntut dari kampanye mereka untuk mereformasi UU Pencemaran Nama Baik Kerajaan yang dinilai jadi upaya untuk menggembosi kerajaan. Bagaimana nasib demokrasi Thailand selanjutnya?

Mahkamah Konstitusi Thailand pada Rabu (07/8) memutuskan untuk membubarkan partai oposisi Move Forward, partai pro-reformasi yang memenangkan suara terbanyak dalam pemilu tahun lalu.

"Meskipun keputusan itu tidak mengejutkan, namun tidak baik untuk demokrasi," kata Punchada Sirivunnabood, profesor ilmu politik di Universitas Mahidol Thailand, kepada DW.

Pengadilan memutuskan mendukung petisi Komisi Pemilihan Umum yang menyatakan bahwa Move Forward telah berusaha menggulingkan monarki dengan berjanji untuk mereformasi hukum lese majeste, yang melindungi keluarga kerajaan Thailand dari kritik.

"Ini menjadi pengingat suram bahwa warisan kudeta Mei 2014 masih tetap hidup dan sehat," kata Napon Jatusripitak, peneliti tamu di ISEAS-Yusof Ishak Institute di Singapura.

Meskipun memenangkan kursi terbanyak dalam pemilu, pemimpin partai Move Forward, Pita Limjaroenrat, dihalangi untuk menjadi perdana menteri oleh Senat, yang anggotanya dipilih sendiri oleh mantan junta militer.

Sekarang, Pita dan 10 pemimpin partai lainnya telah dilarang berpartisipasi dalam politik selama satu dekade.

Keputusan ini merupakan "bukti nyata bahwa kelompok yang berkuasa tidak akan pernah secara sukarela menyerahkan kekuasaannya," kata Joshua Kurlantzick, peneliti senior untuk Asia Tenggara di Dewan Hubungan Luar Negeri.

Lese majeste tetap hidup

Keputusan ini sejalan dengan putusan yang dikeluarkan enam bulan lalu, ketika pengadilan yang sama memerintahkan Move Forward untuk membatalkan semua kegiatannya yang bertujuan untuk mengubah undang-undang pencemaran nama baik kerajaan, yang dikenal sebagai Pasal 112.

"Putusan pada 31 Januari menarik garis yang jelas bahwa pihak-pihak tidak boleh melangkah terlalu jauh. Hari ini, Move Forward telah menjadi contoh karena telah melewati batas tersebut," kata Napon.

Monarki Thailand diabadikan dalam konstitusi, dengan raja berada dalam posisi yang "dipuja dan dihormati". Setiap kritik yang dianggap ditujukan pada keluarga kerajaan dapat dihukum hingga 15 tahun penjara.

Move Forward berkampanye dengan janji untuk mengurangi hukum lese majeste, dengan mengurangi hukuman penjara dan persyaratan bahwa pengaduan harus diajukan oleh Biro Rumah Tangga Kerajaan.

"Mendorong amandemen lese majeste bukan hal yang terlarang, tetapi mulai sekarang upaya-upaya ini akan diperketat di parlemen dan dilakukan dengan tidak terlalu agresif," kata Siripan Nogsuan Sawasdee, seorang profesor ilmu politik di Universitas Chulalongkorn, kepada DW.

Bagaimana wajah demokrasi Thailand selanjutnya?

Para analis percaya bahwa gerakan reformasi di Thailand akan terus bermunculan dalam beragam bentuk.

"Keputusan ini merupakan langkah pencegahan untuk mengakhiri reformasi monarki dan saya pikir gerakan ini akan menghilang untuk beberapa waktu tetapi tidak akan mati, hanya dibius untuk saat ini," kata Siripan.

Tetapi Punchada mengatakan bahwa kasus yang menimpa 44 anggota parlemen Move Forward yang menandatangani proposal untuk mengamandemen UU Pencemaran Nama Baik Kerajaan dapat mengubah hal itu.

Jika dinyatakan bersalah oleh badan anti-korupsi, kelompok legislator ini, termasuk mantan pemimpin Move Forward, Pita, dapat menghadapi larangan berpolitik seumur hidup.

"Meskipun sudah ada dua kali pemilihan umum sejak 2019, Thailand masih jauh dari kata demokratis. Jika ada, itu tetap otoriter," kata Napon.


dw, zid
Next Post Previous Post