Beragam gelombang otak, apa saja? Mengutip penelitian The Impact of Music on the Bioelectrical Oscillations of the Brain yang dimuat dalam Jurnal Acta Medica mengungkapkan bahwa berdasarkan frekuensinya, gelombang dapat dikategorikan sebagai delta (1-4 Hz), theta (4-8 Hz), alfa (8-13 Hz) (yang terkadang dibagi menjadi alfa 1 (8-10 Hz) dan alfa 2 (11-13 Hz)) dan beta (lebih dari 13 Hz). Kategori lain dari frekuensi sangat tinggi (30-40 Hz) disebut sebagai gelombang gamma.
Gelombang otak delta dominan selama tidur nyenyak, koma, dan anestesi. Gelombang theta biasanya diamati dalam keadaan mengantuk dan keadaan kewaspadaan tingkat rendah alias deep relaxation. Gelombang alfa biasanya dominan dalam keadaan bangun-istirahat, baik santai, nyaman, tenang, relax.
Ritme beta biasanya dikaitkan dengan integritas kortikal, peningkatan kewaspadaan, dan proses kognitif. Gelombang beta terutama terjadi selama keadaan terjaga, dan peningkatan kekuatan beta dapat disebabkan oleh stres, emosi yang kuat, dan ketegangan.
Psikolog Nisfie Hoesein mengungkapkan bahwa keduanya memang ada hubungannya satu sama lain.
"Kebanyakan orang saat ini memakai gelombang beta di otaknya. Gelombang beta itu adalah gelombang otak untuk bekerja, berpikir, fokus, kritis. Tanpa disadari karena terus-menerus memakai gelombang ini, orang jadi kurang berkomunikasi dengan dirinya. Mereka lebih banyak berkomunikasi dengan otaknya. Hasilnya, jadi lebih capek, depresi, insecure, sampai burnout, ini bisa terasa lho sampai ke fisiknya," katanya.
"Kalau sudah begini, otak itu butuh istirahat. Gelombang otaknya harus diturunkan sampai ke alfa. Dengan gelombang otak alfa, orang jadi lebih tenang, relax."
Menurutnya, untuk menurunkan gelombang otak dari beta ke alfa bisa dilakukan dengan berbagai cara salah satunya sound healing.
"Sound itu erat kaitannya dengan frekuensi. Semua benda di muka bumi punya frekuensi, makin selaras frekuensi itu dengan kita maka hidup kita akan baik-baik saja. Yang penting semua orang itu perlu menyadari apa yang tubuh suarakan, karena kuncinya adalah keseimbangan antara jiwa dan raga, yang lainnya hanya sarananya saja."
Singing Bowl Treatment turunkan ketegangan dan perbaiki suasana hati
Berdasarkan penelitian tentang Effects of Singing Bowl Sound Meditation on Mood, Tension, and Well-being: An Observational Study dan dimuat dalam Jurnal of Evidence Based Complementary and Alternative, para penulis melaporkan dari 62 responden rerata usia 49,7 tahun dan melakukan meditasi singing bowl ternyata melaporkan penurunan ketegangan yang ditinjau dari frekuensi otak. Peserta yang mengikuti meditasi suara melaporkan secara signifikan lebih sedikit ketegangan, kemarahan, kelelahan, dan suasana hati tertekan.
Peneliti mengaitkan pelemahan aktivitas pita beta di lobulus parietal inferior kanan dengan keadaan tidak mementingkan diri sendiri. Efek psikologis positif yang dilaporkan sejalan dengan temuan lain dalam literatur. Misalnya, Goldsby et al. melaporkan lebih sedikit ketegangan, kemarahan, kelelahan, dan suasana hati tertekan setelah meditasi dengan singing bowl khas Tibet pada peserta yang sehat, dan perasaan kesejahteraan spiritual secara signifikan lebih tinggi.
Peneliti juga menyebut bahwa mendengarkan suara singing bowl terbukti menjadi strategi yang berguna untuk mengurangi kecemasan pada pasien yang menunggu operasi urologi dalam penelitian ini.
Dalam studi lanjutan Sound Healing: Mood, Emotional, and Spiritual Well-Being Interrelationships dalam jurnal Religions yang sudah melalui tahap penelaahan sejawat atau peer reviewed, disebutkan bahwa penggunaan tibetian singing bowl (atau Himalaya) berkaitan dengan penurunan tekanan darah dan detak jantung, serta penurunan pengaruh negatif. Bahkan tibetian singing bowl terus dieksplorasi sebagai bentuk potensial pengobatan integratif.
Hal ini juga diungkapkan oleh psikolog klinis dan co-founder Ohana Space, Veronica Adesla, bahwa sound healing atau terapi musik digunakan sebagai metode pendukung untuk meningkatkan kesehatan.