Uni Eropa telah memberlakukan undang-undang deforestasi untuk memblokir impor minyak kelapa sawit dari Indonesia yang terkait dengan perusakan hutan.
Indonesia, pengekspor minyak sawit terbesar di dunia, pada Rabu (17/5) pemerintah RI meminta negara-negara pengimpor untuk mengakui dan membayar pungutan minyak sawit yang diproduksi secara berkelanjutan daripada memboikot komoditas tersebut.
Sejumlah pihak mengkritik bahwa produksi minyak sawit Indonesia berkaitan dengan deforestasi di negara ini.
Uni Eropa pada April menyetujui undang-undang deforestasi untuk memblokir impor minyak kelapa sawit, daging sapi, kedelai, dan komoditas lainnya jika terkait dengan perusakan hutan dunia.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan negara-negara konsumen memperketat persyaratan masuk untuk minyak sawit.
“Sambil berusaha memperbaiki praktik lingkungan, kami meminta kerja sama semua pemangku kepentingan untuk membayar premi untuk produk yang mengadopsi praktik keberlanjutan,” kata Airlangga pada pertemuan tingkat menteri Dewan Negara Penghasil Minyak Sawit (CPOPC).
Memboikot kelapa sawit, kata Airlangga, tidak akan memberikan solusi jangka panjang bagi lingkungan.
Produsen minyak sawit mengatakan perusahaan barang konsumen tidak membeli minyak sawit bersertifikat keberlanjutan dalam volume signifikan. Akibatnya, aksi tersebut mengganggu upaya pemerintah untuk memberi penghargaan kepada mereka yang mengadopsi praktik yang lebih hijau dan mengurangi deforestasi.
Indonesia dan Malaysia, anggota pendiri CPOPC, akan mengirimkan utusan mereka ke Uni Eropa pada akhir Mei untuk membahas dampak undang-undang deforestasi blok tersebut terhadap sektor kelapa sawit di kedua negara.
- Laporan Transparency International: Manipulasi dan Korupsi Terkait Perusahaan Kelapa Sawit Indonesia
voa, zid