China berpotensi diuntungkan oleh pencabutan larangan ekspor pasir laut Indonesia. Saat ini China sedang membangun pulau-pulau kecil di Laut China Selatan, membutuhkan pasir.
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut yang terbit pada Senin (29/5) menuai kritik, karena memberikan izin kepada sejumlah pihak untuk mengeruk pasir laut dan mengendalikan hasil sedimentasi di laut.
Manajer Kampanye Pesisir dan Laut WALHI, Parid Ridwanuddin, menyebut PP Nomor 26 tahun 2023 sebagai “gerakan mundur“ dalam komitmen Indonesia untuk melestarikan ekosistem laut.
Sebab, menurut dia peraturan pemerintah dapat menimbulkan dampak buruk pada lingkungan.
“Di laut itu kalau kita lihat, terumbu karang itu kan hidup di satu wilayah yang ekosistemnya sehat, pasirnya sehat, kemudian padanglamunya juga hidup di pasir yang sehat.
“Artinya kalau pasirnya diambil, pasirnya diambil dikeruk, ditambang, itu akan ada kehancuran ekosistem. Ikan-ikan akan hilang di situ. Jadi, kalau kita mau sebut, keseimbangan laut itu akan hancur di situ,“ ujarnya kepada BBC.
Ia khawatir karena pasir laut dalam negeri akan terus dikuras dengan dalih pembangunan dan reklamasi. Padahal, sambungnya, pemerintah hanya ingin menggunakan pasir untuk kepentingan ekonomi.
Dalam laporan bulan April 2022, Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) mengungkapkan bahwa penggunaan sumber daya pasir meningkat tiga kali lipat dalam 20 tahun terakhir. Angkanya setara dengan 50 miliar metrik ton diekstrasi per tahunnya.
Menurut catatan WALHI sampai 2040, ada lebih dari 3,5 juta hektare rencana pemerintah membangun reklamasi pantai.
“Artinya kan ada satu upaya perencanaan untuk merusak laut. Tapi atas nama pembangunan atau pertumbuhan ekonomi.“
Selain itu, ia mengatakan bahwa pulau-pulau kecil di Kepulauan Seribu, Kepulauan Riau, dan kepulauan lainnya terancam tenggelam akibat aktivitas pengerukan pasir tersebut.
“Kurang lebih ada 20 yang udah hilang. Nah, ke depan itu ada 115 pulau kecil yang terancam tenggelam di wilayah perairan Indonesia, di wilayah perairan dalam.
“Yang di pulau perbatasan, di wilayah perbatasan di pulau-pulau terluar atau terdepan itu ada 83 yang terancam tenggelam,“ kata Parid
Menurut Parid, PP itu konsepnya keliru. Karena menganggap pasir laut di pesisir pantai Indonesia itu menghalangi jalur laut sehingga harus diperdalam.
“Jadi harus dikeruk. Nah, PP itu kira-kira begitu soal konsepnya. Padahal, yang benar adalah itu pasir-pasir yang ada disitu adalah bagian integral dari ekosistem yang enggak bisa dipisahkan,“ kata Parid.
Juru bicara KKP, Wahyu Muryadi memastikan bahwa pemerintah tidak akan menguras pasir yang berada di pesisir pulau-pulau kecil, terutama mereka yang terancam tenggelam.
“Kami tidak sembarangan menggunakan pulau-pulau mana. Jadi kan ada yang dari dasar laut, dari mana yang tidak harus pulau. Jangan bayangkan nanti kemudian ada pulau yang sudah bagus, pasirnya di pinggir pantai itu disedotin enggak kayak gitu,” jelas Wahyu.
Ia menegaskan bahwa pemerintah akan memberhentikan program tersebut jika ternyata menimbulkan kerusakan lingkungan atau berdampak buruk bagi kelangsungan hidup di wilayah perairan.
“Kalau ada sampai kemudian karena proyek ini kemudian membuat satu pulau tenggelam enggak boleh. Itu penambangan, apalagi penambangan liar. Ini kan melakukan sedimentasi itu tanpa dilarang untuk merusak lingkungan, tanpa mengganggu ekosistem di lalu itu, itu prinsipnya,“ kata Wahyu.
Ia berharap masyarakat dapat membedakan antara pengolahan sedimen dan penambangan pasir. Dalam hal ini, PP Nomor 26 tahun 2023 akan berfokus pada sedimentasi pasir laut, bukan penambangan pasir laut.
“Sedimentasi di laut kita, yang itu bisa endapan akibat erupsi dan peristiwa oceonografiyang menumpuk di beberapa titik, yang akibatnya secara lingkungan sangat menimbulkanketidakseimbangan atau mengganggu.
“Ada juga yang kemudian mengganggu alur laut, ada yang mengganggu kualitas dari biodiversity kita, terjadi pendangkalan, sehingga menyulitkan dari pelayanan dan seterusnya,“ ungkapnya.
Parid Ridwanuddin memperkirakan bahwa negara yang paling diuntungkan dari pembukaan keran ekspor pasir laut adalah Singapura.
“Tetangga kita, Singapura itu banyak sekali [impor dari Indonesia]. Nah waktu sempat di-moratorium, Singapura geser ke Kamboja untuk impor pasir. Jadi, bahkan luasannya sudah menambah secara signifikan,” kata Parid.
Ia mengatakan bahwa Singapura sampai 2030 masih akan memperluas wilayah daratannya. Sehingga, kemungkinan mereka akan kembali mengimpor dari Indonesia.
”Artinya kalau kita membuka keran ekspor pasir, nah itu sudah jelas pasirnya kemana itu.”
Menurut pemberitaan Kantor Berita Reuters, Otoritas Kelautan dan Pelabuhan Singapura saat ini sedang merancang fase ketiga dari mega proyek Pelabuhan Tuas, dengan pekerjaan reklamasi yang diharapkan akan selesai pada pertengahan 2030-an.
Larangan ekspor pasir laut Indonesia menimbulkan pertentangan dengan Singapura, yang pada 2007 menuduh Jakarta menggunakannya untuk menekan pemerintahnya dalam negosiasi perjanjian ekstradisi dan penetapan perbatasan. Perjanjian ekstradisi ditandatangani tahun lalu.
Selain Singapura, Parid mengatakan China juga berpotensi diuntungkan oleh pencabutan larangan ekspor pasir laut dari Indonesia.
Saat ini, China sedang membangun pulau-pulau kecil di daerah Laut China Selatan yang tentu membutuhkan pasir.
“Karena itu, mungkin ada kepentingan militer ya. Jadi bukan hanya Singapura, China juga sangat berkepentingan.
"Makanya ketika keran ini dibuka, dia akan melihatnya sebagai peluang. Sebagai kesempatan. Jadi dalam konteks ini tentunya yang diuntungkan bukan Indonesia,” ungkap Parid.
Menanggapi hal tersebut, Wahyu mengatakan pemerintah akan mengedepankan kebutuhan dalam negeri dalam hal pengolahan sedimen.
“Negara kan harus mendapatkan benefit dari situ. Dari proyek sedimentasi ini, bisa menciptakan double impact, satu rezeki berupa penyehatan lingkungan, biota laut. Yang kedua rezeki penerimaan negara.“
Ia menjelaskan kebutuhan reklamasi dalam negeri ada di mana-mana. Maka pasir harus dipastikan ketersediaannya, tetapi yang hanya boleh diambil dari pasir adalah hasil sedimentasi.
Namun, hal itu tidak menutup kemungkinan Indonesia dapat mengekspor pasir laut ke negara-negara seperti Singapura setelah kebutuhan dalam negeri terpenuhi.
“Baru kemudian dijajaki kemungkinannya untuk diekspor, kemudian memenuhi kebutuhan dari tetangga. Biasanya kan Singapura. Itu nanti langkah berikutnya,“ kata Wahyu.
- Fakta Lebih Jauh Tentang Laut, Sumber Kehidupan Bumi
- Permukaan Laut Terus Naik Akibat Mencairnya Es di Greenland dan Antartika
BBC, ZID