Dilansir Voice of America, bakal calon presiden dari Koalisi Perubahan, Anies Baswedan, dan bakal calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Ganjar Pranowo, berbicara mengenai pandangan mereka terhadap krisis iklim global, yang dampaknya juga dirasakan di Indonesia.
Anies Baswedan menekankan Indonesia saat ini sedang mengalami krisis iklim, bukan lagi hanya sekadar perubahan iklim. Hal itu, katanya, terlihat dari terjadinya abrasi di daerah pesisir. Dia mencontohkan adanya puluhan rumah tenggelam di Muara Gembong, Bekasi, akibat abrasi. Dalam skala nasional, terdapat 80 pulau terluar yang berisiko tenggelam karena kenaikan permukaan air laut.
Anies mengatakan yang paling merasakan dampak dari krisis iklim adalah kaum miskin dan rentan. Karena itu, ia menegaskan pemerintah harus mengalokasikan anggaran penanganan krisis iklim yang komprehensif dan adil.
"Saat pulau-pulau terdepan rawan tenggelam, daerah pesisir yang terancam abrasi, kebijakan yang diambil juga harus konsisten, bagaimana kita menyelamatkan itu. Tapi kalau kemudian yang muncul adalah kita mengizinkan ekspor pasir laut, maka menjadi pertanyaan bagaimana kita membuat konsistensi kebijakan untuk merespon krisis iklim ini," kata Anies.
Ia mengatakan dalam mencari solusi krisis iklim yang diperlukan pula adalah keberpihakan. Jangan sampai upaya penanganan krisis iklim menjadi pintu masuk bagi kepentingan komersial dan kepentingan parsial. Anies juga mengingatkan agar kebijakan-kebijakan yang dibuat bukan sekadar berpatokan pada satu aspek, yakni pertumbuhan ekonomi.
Karena itu, dia menyarankan kebijakan-kebijakan penanganan krisis iklim yang akan dibuat setidaknya memiliki tiga aspek, yaitu berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, keadilan sosial dan distribusi yang merata, serta berorientasi pada keberlangsungan lingkungan hidup.
Sedangkan Ganjar Pranowo menyoroti carut marutnya masalah pengelolaan sampah di Tanah Air. Ia menegaskan seluruh pihak harus turun rembuk dalam mengatasi masalah tersebut.
"Kita memang tidak bisa bergerak sendiri. Selain memerlukan kesadaran (masyarakat), kita juga memerlukan keberpihakan dan kebijakan pemerintah. Mestinya pemerintah daerah memiliki peta jalan yang jelas tentang ini (pengelolaan sampah) karena jika kita serampangan atau bahkan tidak melakukan, kita semata-mata tahu betapa jahatnya efek yang ditimbulkan, baik dari segi kesehatan dan masa depan alam," ujar Ganjar.
Ganjar memberi contoh keberhasilan salah satu desa di provinsinya. Desa itu bernama Kesongo di Kabupaten Semarang. Desa tersebut sangat unik karena memiliki riwayat panjang tentang pengelolaan sampah yang snagat baik. Secara keseluruhan terdapat 2800-an rumah di Desa Kesongo di mana warganya bahu membahu untuk memanfaatkan sampah yang masih dapat didaurulang.
Manajer Digital dan Komunikasi Greenpeace Asia Tenggara Afif Saputra meminta kepada bakal-bakal calon presiden untuk memaparkan secara detail mengenai janji-janji kebijakan untuk mengatasi krisis iklim.
"Kalau dari Greenpeace, ini bukan masalah memanusiakan alam lagi tapi ini mengancam eksistensi kita sendiri (manusia). Kalau kita melihat inu, butuh perubahan besar dalam model pembangunan Indonesia, bergeser dari ekstratif ke ranah yang lebih sustainable, ekonomi hijau," tutur Afif.
Menurut Afif, yang harus dilakukan presiden Indonesia selanjutnya adalah bagaimana membuat Indonesia menjadi negara maju tanpa harus merusak lingkungan. Dia menegaskan pertumbuhan ekonomi tidak mungkin dikejar kalau lingkungan alam sudah hancur. Secara konkret, lanjutnya, terobosan yang harus dilakukan presiden Indonesia selanjutnya adalah bagaimana.
- Desa Cemarajaya di Karawang Perlahan Tenggelam, Dampak Perubahan Iklim
- Indonesia akan Memasuki Periode El Nino yang Panas Kering
- Sudah Dimulai di Vietnam Musim Gelombang Panas di Asia Tenggara
voa, zid