Apakah Ini Bukti Hujan Buatan Bisa Menghilangkan Polusi Udara?

Apakah Ini Bukti Hujan Buatan Bisa Menghilangkan Polusi Udara?

Hujan lebat di kawasan Jabodetabek pada Minggu malam (27/08) adalah hasil operasi teknologi modifikasi cuaca (TMC) yang dilakukan oleh sejumlah lembaga negara.


Cara tersebut tampaknya berhasil menurunkan tingkat polusi di ibu kota untuk sementara waktu, menurut situs pemantau kualitas udara - meskipun masih di rentang yang tidak sehat.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geologi (BMKG), Dwikorita Karnawati, mengatakan kepada BBC bahwa operasi modifikasi cuaca untuk mengatasi polusi udara telah dimulai sejak 24 Agustus.

“Jadi sejak tanggal 24-25 Agustus, BMKG memprediksi sekitar periode 26 hingga 27 Agustus terdapat potensi dinamika atmosfer. Adanya Gelombang Rossby yang cukup aktif di sekitar Jawa Barat ... Kondisi dinamika atmosfer itulah yang dimanfaatkan,” dia menjelaskan.

Gelombang Rossby adalah gelombang yang membawa massa udara hangat dari wilayah ekuator menuju wilayah kutub, meningkatkan intensitas penguapan di beberapa wilayah yang dilalui dan akibatnya meningkatkan curah hujan.

Hasil modifikasi cuaca, wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi mengalami hujan ringan hingga sangat lebat pada Minggu malam.

Tim teknologi modifikasi cuaca (TMC) dua kali melakukan penyemaian garam pada Minggu (27/08). Operasi pertama dilakukan pada pukul 09:00 WIB pada ketinggian 8.000 kaki di wilayah Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta Barat, dan Bekasi. Sedangkan operasi kedua pada siang harinya di Kabupaten Bekasi, Jakarta Utara, Depok, dan Kota Bekasi.

“Dan untungnya kemarin ini angin bergerak dari arah selatan sehingga potensi hujan... yang memang secara topografi Bogor ini kan selalu ada awan-awan orografis ya. Ini yang menjadi bibit-bibit hujan itu bisa dioptimalkan.

“Angin yang terbawa dari arah selatan, dari Bogor ini bisa masuk meluas ke Jakarta. Alhamdulillah Jakarta malam sempat kebagian juga,” kata anggota tim TMC dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Budi Harsoyo.

Cuaca kering di musim kemarau selama ini dianggap menjadi salah satu faktor penyebab buruknya kualitas udara di ibu kota, dengan lapisan polusi bertahan di atmosfer.

Hujandapat mendorong sebagian besar partikel polusi – termasuk PM2,5 – jatuh ke permukaan bumi. Proses ini disebut deposisi basah.

Data kualitas udara di situs pemantau IQAir menunjukkan PM2,5 di Jakarta pada Minggu (27/08) mencapai level terendah hari itu di pukul 20:00 sebelum berangsur-angsur naik kembali. Namun, penurunan itu masih di dalam rentang yang tidak sehat.

Rusmawan Suwarman, anggota kelompok keahlian sains atmosfer di Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB, mengatakan hujan buatan memang dapat membantu menurunkan polusi, tapi ini bukanlah solusi jangka panjang.

Solusi jangka panjangnya, dia menambahkan, adalah mengatasi polusi dari sumbernya.

“Ini usaha jangka pendek. Kalau misalkan sudah tidak bekerja lagi TMC dan dalam musim kering ya akan muncul lagi [polusinya]. Ini 'balap-balapan' sebenarnya,” ujarnya.

Apakah hujan buatan bisa terus dilakukan?

Tim modifikasi cuaca tidak menciptakan hujan dari udara kosong tapi memanfaatkan potensi hujan dari awan yang sudah ada.

Mereka menyemaikan bahan-bahan yang bersifat menyerap air atau higroskopik kepada awan sehingga meningkatkan proses pertumbuhan butir-butir hujan dalam awan akan meningkat dan mempercepat terjadinya hujan.

“TMC ini kalau kita main bola ibarat striker. Sejago-jagonya striker kalau tidak pernah ada suplai bola maka dia tidak akan bisa mencetak gol. Kami ini stand by terus begitu ada suplai ya kita coba bikin gol kira-kira begitu. Suplainya itu potensi hujan,” kata Budi Harsoyo dari BRIN.

“Itu andai kita tidak semai, hujannya tetap mungkin akan tetap jadi hujan, tetapi intensitasnya tidak sebesar itu begitu dan areanya pun tidak seluas itu,” dia menambahkan.

Itu berarti, TMC tidak bisa dilakukan terus-menerus karena Indonesia akan menghadapi puncak musim kering pada September mendatang.

Kepala BMKG Dwikorita mengatakan potensi hujan itu diperkirakan hanya akan ada sampai tanggal 2 September, kecuali ada dinamika atmosfer yang memungkinkan.

“Setelah masuk September itu puncak kekeringan tertinggi di tahun ini. Jadi yang kejadian [kekeringan] kemarin, itu baru pendahuluan. Belum klimaksnya. Klimaksnya itu di bulan September,” ujarnya.

Tim TMC saat ini tengah bersiap siaga sampai tanggal 2 September untuk memanfaatkan potensi hujan. Budi Harsoyo mengatakan mereka akan berusaha supaya ada beberapa kali hujan sebelum dimulainya rangkaian kegiatan KTT ASEAN di Jakarta pada awal September 2023 mendatang.

 



BBC

ZIDWORLD © 2023 Designed By JoomShaper

Please publish modules in offcanvas position.

{{ message }}