Hakim Konstitusi Suhartoyo terpilih sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang baru menggantikan Anwar Usman yang terbukti melanggar etik berat.
Saat memutus perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang pengubahan syarat capres-cawapres, Suhartoyo menolak gugatan tersebut bersama dengan Wahiduddin Adams, Saldi Isra, dan Arief Hidayat.
Sementara lima hakim yang mengabulkan adalah: Anwar Usman, Manahan Sitompul, Guntur Hamzah, Enny Nurbaningsih, dan Daniel Yusmic.
Vonis MK ini berujung kritik publik karena sosok Anwar Usman dinilai konflik kepentingan. Sebab, dengan putusan tersebut, keponakannya Gibran Rakabuming Raka bisa maju sebagai cawapres di Pilpres 2024.
Belakangan, vonis tersebut dilaporkan secara etik. Hasilnya, sembilan hakim konstitusi dinyatakan bersalah melanggar etik ringan. Sementara untuk Anwar Usman dihukum etik berat dan dicopot dari jabatannya sebagai Ketua MK.
Siapa Suhartoyo?
Dikutip dari laman MK, Suhartoyo merupakan kelahiran 15 November 1959 di Sleman. Dia merupakan lulusan S1 Universitas Islam Indonesia (1983); S2 Universitas Taruma Negara (2003); S3 Universitas Jayabaya (2014).
Suhartoyo berkarier sebagai Hakim Tinggi Denpasar sebelum akhirnya terpilih sebagai hakim MK menggantikan Ahmad Fadlil Sumadi yang masa jabatannya habis pada 7 Januari 2015 lalu. Pada 17 Januari 2015.
Saat baru menjabat hakim konstitusi, Suhartoyo mengaku MK merupakan tempat yang berbeda dibandingkan dengan pengadilan sebelumnya ia bertugas. Kewenangan yang berbeda dimiliki oleh MK dan MA membuatnya belajar banyak.
Dia mengatakan, jika di MA, sifat putusannya hanya terkait untuk yang mengajukan permohonan, maka di MK, putusannya mengikat untuk seluruh warga negaranya. Ia mengaku cepat belajar dan mudah menyesuaikan diri di lingkungan MK.
“Saya menemukan perbedaan dari sisi naskah putusan, di sini bahasanya lebih halus dibanding di MA yang penggunaan bahasanya cukup tajam. Sedangkan soal proses persidangan, saya merasa tidak ada masalah,” katanya di laman MK.
Perbedaan kewenangan yang dimiliki MK dan MA membuatnya harus beradaptasi sebagai hakim konstitusi. Tetapi kerja sama dari hakim konstitusi lainnya, membuatnya tidak merasa sulit beradaptasi dengan tugas barunya. “Hakim (konstitusi) lainnya membantu saya dan saya banyak belajar dari mereka,” ujarnya.
- Sembilan Hakim MK Dilaporkan ke Bareskrim Polri
- Hak Angket DPR Dinilai Bisa Bongkar Dalang Skandal Mahkamah Konstitusi
- Bila Capres atau Cawapres Diganti, Ada Ancaman Hukuman Pidana Bagi Pimpinan Parpol Pengusungnya