Debat di PBB Tentang Dewan Keamanan yang Dinilai Lumpuh dan Perlu Reformasi

Debat di PBB Tentang Dewan Keamanan yang Dinilai Lumpuh dan Perlu Reformasi

Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengadakan debat tahunan tentang reformasi Dewan Keamanan di tengah meningkatnya konflik dan kekerasan di seluruh dunia.


Membahas isu reformasi yang telah menjadi agenda Majelis Umum selama 44 tahun, para pembicara yang hadir menyerukan Dewan Keamanan menjadi lebih representatif, transparan, dan bertanggung jawab untuk mengatasi ancaman terhadap perdamaian dan keamanan internasional.

Presiden Majelis Umum, diplomat Dennis Francis dari Trinidad dan Tobago, mengatakan dalam pidato pembukaannya bahwa permasalahan ini sekarang sangat mendesak, baik secara kontekstual maupun praktis.

“Di tengah meningkatnya kekerasan, PBB nampaknya lumpuh karena perpecahan di dalam Dewan Keamanan, yang gagal menjalankan mandatnya sebagai penjaga utama pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional,” ujarnya.


Tanpa reformasi struktural, katanya, kinerja dan legitimasi Dewan Keamanan akan terus menurun dan begitu pula kredibilitas dan relevansi PBB itu sendiri. Ia mendesak negara-negara anggota untuk mengambil langkah-langkah praktis untuk mendukung efektivitas dan inklusivitas.

Hanya lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB: AS, Inggris, Prancis, Rusia, dan China. Menurut Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan "dewan itu bukan perwakilan sebenarnya dari demografi dunia".

Erdogan telah menulis sebuah buku tentang hal itu, mendesak masyarakat internasional untuk merombak Dewan Keamanan PBB.

Buku tersebut berjudul, A Fairer World is Possible, sebuah tekad Erdogan untuk mencari keadilan global bagi orang-orang tertindas seperti Palestina, yang telah lama menderita di bawah pemerintahan represif Israel.

Erdogan berpikir bahwa struktur Dewan Keamanan PBB saat ini adalah salah satu alasan utama ketidakadilan yang ada di seluruh dunia.

Dewan tersebut juga bukan perwakilan sebenarnya dari demografi dunia karena total populasi dari lima anggota tetap hanya berjumlah seperempat dari populasi global, catat Erdogan.

“Kami ingin Dewan Keamanan direstrukturisasi dengan cara yang adil, yang dapat mewakili benua, agama, kelompok etnis, dan budaya yang berbeda sebanyak mungkin. Jika itu terjadi, itu akan menjadi langkah revolusioner untuk memecahkan masalah internasional dan menyusun kembali perdamaian global,” kata Erdogan.

Erdogan juga menggarisbawahi bahwa organisasi seperti PBB, yang mengklaim sebagai penjamin perdamaian dan kesadaran global, “tidak dapat terus beroperasi dengan mempertahankan status politik saat ini dan menjadi tuli terhadap suara-suara perubahan.”

“Jika kita tidak membuat langkah revolusioner menuju perubahan, tidak hanya kita hari ini tetapi juga masa depan kita akan berada dalam risiko besar,” ia memperingatkan.

Erdogan pun mengingatkan bahwa Turki menampung populasi pengungsi terbanyak di dunia, menjadi salah satu negara paling dermawan membantu orang yang membutuhkan dan organisasi bantuan internasional.

Presiden Turki itu menawarkan sistem alternatif sederhana untuk struktur PBB saat ini, merombak sistem sekarang yaitu keputusan lima anggota tetap tidak dapat diadili oleh Majelis Umum. Juga, lima anggota tidak dipilih oleh Majelis Umum.

Erdogan mengusulkan sistem internasional yang lebih demokratis, di mana Majelis Umum dapat bertindak sebagai parlemen internasional untuk memilih anggota Dewan Keamanan, seperti cara majelis negara memilih pemerintahnya setelah pemilihan yang sah.

Dalam model Erdogan, Majelis Umum bertindak sebagai cabang legislatif dari pemerintahan demokratis dan Dewan Keamanan menjadi cabang eksekutif dari sistem PBB. Sistem gagasan Erdogan bertujuan untuk memastikan mekanisme check-and-balance untuk memantau keputusan dan tindakan Dewan Keamanan melalui Majelis Umum.

Erdogan membayangkan Dewan Keamanan beranggotakan 20 negara, yang akan dipilih oleh Majelis Umum. Berbeda dengan sistem saat ini, anggota Dewan Keamanan seharusnya tidak memiliki mandat permanen, tetapi mereka harus memiliki persyaratan yang ditentukan oleh periode waktu tertentu, menurut Erdogan.

Sistem Erdogan juga menghilangkan hak veto anggota tetap karena tidak ada satu negara pun yang memiliki hak untuk mendominasi semaunya.

Erdogan menyatakan bahwa dia memicu brainstorming internasional, “ini adalah inisiatif sederhana untuk membangun tatanan internasional, yang lebih stabil, damai dan adil,” katanya.

“Sistem istimewa, yang telah memaksakan kepentingan lima anggota tetap tanpa memiliki akuntabilitas dan tanggung jawab apa pun selama beberapa dekade, tidak bisa dipertahankan lagi,” Erdogan menyimpulkan.


TRT, ZID
ZIDWORLD © 2023 Designed By JoomShaper

Please publish modules in offcanvas position.

{{ message }}